Jakarta – Lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis survei elektabilitas calon presiden (capres) pertama yang lolos putaran kedua Pilpres 2024. Hasilnya Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto unggul dibanding bakal capres usungan PDIP, PPP, PSI dan Hanura Ganjar Pranowo; dan bakal capres usungan Partai NasDem, Demokrat dan PKS Anies Baswedan.
Peneliti LSI Denny JA Adjie Alfarady, saat konferensi pers di kantor LSI Denny JA, Jakarta Timur.
Jumat (19/5/2023) menjelaskan survei ini digelar pada periode 3-14 Mei 2023 di 34 provinsi seluruh Indonesia. Survei menggunakan metode acak bertingkat atau multistage random sampling.

“Dari 3 nama capres itu yang telah memenuhi ambang batas minimal untuk lolos putaran kedua adalah capres Prabowo Subianto dengan angka 33,9 persen,” kata Adjie.

Adjie menerangkan survei ini melibatkan 1.200 responden, yang datanya diambil melalui wawancara tatap muka dengan kuisioner. Margin of error survei dilaporkan sekitar 2,9 persen.

Kita temukan dalam survei terbaru kita bahwa Prabowo Subianto sementara unggul dalam simulasi 3 capres dan berpotensi masuk ke putaran kedua,” sambungnya.

Berikut hasil survei elektabilitas 3 nama capres:

  1. Prabowo Subianto: 33,9 persen
  2. Ganjar Pranowo: 31,9 persen
  3. Anies Baswedan: 20,8 persen

Adjie menuturkan sejumlah alasan Prabowo Subianto unggul dalam survei LSI Denny JA kali ini. Pertama, mayoritas pemilih menginginkan sosok capres yang kepemimpinannya kuat (strong leadership) dan mampu menumbuhkan ekonomi pasca-pandemi.

“Kita tahu dalam perkembangan 3 tahun terakhir terjadi COVID yang memporakporanda isu ekonomi. Banyak masyarakat yang merasakan kehidupannya semakin sulit secara ekonomi,” terang Adjie.

“Dari 3 nama capres memang asosiasi sebagai strong leader yang mampu menumbuhkan ekonomi dari 3 capres ini adalah Prabowo Subianto,” sambung dia.

Baca Juga:   Analisis Politik, Dua Calon Presiden Sowan ke PONPES di Jember

Alasan kedua naiknya elektabilitas Prabowo ialah karena mayoritas pemilih Ganjar Pranowo mengalihkan suaranya ke Prabowo. Adjie mengatakan responden lebih memilih beralih ke Prabowo karena karakternya yang dinilai lebih nasionalis dibandingkan Anies Baswedan.

“Sebelumnya memang ada tren kenaikan Pak Ganjar, tapi di bulan Mei tiba-tiba turun dan limpahan suara Pak Ganjar berdasarkan cross check kita banyak berpindah ke Prabowo,” ungkap Adjie.

“Mengapa Prabowo bukan Anies? Karena memang positioning dan karakter dilihat lebih nasionalis daripada Pak Anies. Sehingga ketika pemilih lari dari dukungan Pak Ganjar cenderung lari ke Pak Prabowo yang positioning nasionalisnya dibanding Pak Anies,” lanjutnya.

Alasan ketiga, masih kata Adjie, karena Prabowo dinilai sebagai tokoh sentral yang terima banyak spektrum politik. Alasan selanjutnya ialah citra Prabowo semakin menguat usai bergabung ke dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Kemudian, pengalaman di pemerintahan. Selama Pemilu 2014 dan 2019 yang diikuti Pak Prabowo, dalam kedua pilpres ini selalu ada isu bahwa Pak Prabowo adalah tokoh yang kuat secara gagasan, visioner, tapi lemah dalam aspek teknis, tidak punya pengalaman dalam mengelola pemerintahan,” tutur Adjie.

“Ini merupakan kelemahan Prabowo di 2 kali pilpres sebelumnya, tapi kemudian ketika Prabowo masuk bagian dari pemerintahan Jokowi, ini memperkuat image Pak Prabowo, dia tidak lagi dianggap sebagai orang yang lemah dari sisi yang lemah mengelola pemerintahan, tapi memperkuat image Prabowo sebagai sosok yang makin lengkap,” tambah dia.

Terakhir, Adjie menyebut Prabowo saat ini dikenal sebagai tokoh yang masuk dalam pemerintahan, dan ingin maju kembali. “Jadi Pemilu 2014-2019 Prabowo dikenal sebagai tokoh outsider atau di luar pemerintahan, tapi saat ini Prabowo dikenal sebagai tokoh insider atau dalam pemerintahan yang ingin maju kembali,” pungkas dia.

Baca Juga:   Respon Jokowi Terkait Indonesia Yang Dicoret FIFA Dari Tuan Rumah Piala Dunia U-23